Materi


MATERI

Ø  Kenaikan Titik Didih (( Tb)
Titik didih suatu zat cair adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh zat cair tersebut sama dengan tekanan luar. Bila tekanan uap sama dengan tekanan luar, maka gelembung uap yang terbentuk dalam cairan dapat mendorong diri ke permukaan menuju fasa gas. Oleh karena itu, titik didih suatu zat cair bergantung pada tekanan luar. Yang dimaksud dengan titik didih adalah titik didih normal, yaitu titik didih  pada tekanan 76 cmHg. Titik didih normal air adalah 100 oC.
                       
Suhu
Tekanannn
F’  DTb  C
B  DTf  E’
Air murni
Larutan
 
           


Gambaran umum sifat koligatif larutan
           
                                                                                                                  ga
Pada tekanan udara luar 1 atm, air mendidih pada suhu 100 oC (titik B). Pada saat itu tekanan uap air juga 1  atm dan tekanan uap jenuh larutan masih di bawah 1 atm (titik P). Agar larutan mendidih, maka suhu perlu diperbesar sehingga titik P berpindah ke titik E. Pada titik E tekanan uap jenuh larutan sudah mencapai 1 atm. Jadi pada titik E larutan mendidih dan suhu didihnya adalah titik E′. selisih titik didih larutan dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih (( Tb).

Tb = titik didih larutan – titik didih pelarut
kenaikan titik didih dan penurunan titik beku yang disebabkan oleh penambahan zat terlarut dapat dirumuskan sebagai berikut.
Tb = m · Kb  atau  Tb =
dengan:
Tb     = kenaikan titik didih
Kb       = tetapan kenaikan titik didih molal (oC/m)
m         = molalitas
g          = massa zat terlarut (gram)
Mr       = massa rumus relatif zat terlarut
p          = massa pelarut (gram)

Ø  Penurunan Titik Beku (ΔTf)
Kita tahu bahwa air murni membeku pada suhu 0oC, dengan adanya zat terlarut misalnya saja kita tambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0oC, melainkan akan turun dibawah 0oC, inilah yang dimaksud sebagai “penurunan titik beku”.
Jadi larutan akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Sebagai contoh larutan garam dalam air akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu air, atau larutan fenol dalam alkohol akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu alkohol.
Mengapa hal ini terjadi? Apakah zat terlarut menahan pelarut agar tidak membeku? Penjelasan mengapa hal ini terjadi lebih mudah apabila dijelaskan dari sudut pandang termodinamik sebagai berikut.
Contoh,  air murni pada suhu 0oC. Pada suhu ini air berada pada  kesetimbangan antara fasa cair dan fasa padat.  Artinya kecepatan air berubah wujud dari cair ke padat atau sebaliknya adalah sama, sehingga bisa dikatakan fasa cair dan fasa padat pada kondisi ini memiliki  potensial kimia yang sama, atau dengan kata lain tingkat energi kedua fasa adalah sama.
Besarnya potensial kimia dipengaruhi oleh temperatur, jadi pada suhu tertentu potensial kimia fasa padat atau fasa cair akan lebih rendah daripada yag lain, fasa yang memiliki potensial kimia yang lebih rendah secara energi lebih disukai, misalnya pada suhu 2oC fasa cair memiliki potensial kimia yang lebih rendah dibanding fasa padat sehingga pada suhu ini maka air cenderung berada pada fasa cair, sebaliknya pada suhu -1oC fasa padat memiliki potensial kimia yang lebih rendah sehingga pada suhu ini air cenderung berada pada fasa padat.
Apabila ke dalam air murni kita larutkan garam dan kemudian suhunya kita turunkan sedikit demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu pendinginan maka perlahan-lahan sebagian larutan akan berubah menjadi fasa padat hingga pada suhu tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara keseluruhan. Pada umumnya zat terlarut lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa padat, akibatnya pada saat proses pendinginan berlangsung larutan akan mempertahankan fasanya dalam keadaan cair, sebab secara energi larutan lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa padat, hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair akan lebih rendah (turun) sedangkan potesnsial kimia pelarut dalam fasa padat tidak terpengaruh.
Maka akan lebih banyak energi yang diperlukan untuk mengubah larutan menjadi fasa padat karena titik bekunya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Inilah sebab mengapa adanya zat terlarut akan menurunkan titk beku larutannya.  Kenaikan titik didih diikuti dengan penurunan titik beku suatu larutan. Jika konsentrasi (dalam molalitas) dari zat terlarut semakin besar, maka titik beku larutan semakin kecil. Selisih antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut disebut penurunan titik beku. Hubungan penurunan titik beku larutan dengan konsentrasi larutan disederhanakan dalam persamaan dan persamaan ini untuk larutan non elektrolit :
Tf = m · Kf  atau  Tf =

dengan:
Tf      = penurunan titik beku
Kf        = tetapan penurunan titik beku molal (oC/m)
m         = molalitas
g          = massa zat terlarut (gram)
Mr       = massa rumus relatif zat terlarut
p          = massa pelarut (gram)

Hubungan antara perubahan titik beku dengan larutan ditunjukan oleh persamaan :
ΔTf      = penurunan titik beku
Tf        = titik beku larutan
Tfº       = titik beku pelarut

Untuk larutan elektrolit, ternyata memiliki harga sifat koligatif larutan yang lebih tinggi daripada larutan yang nonelektrolit untuk konsentrasi yang sama. Untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit akan mengandung jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan nonelektrolit. Harga sifat koligatif larutan elektrolit dipengaruhi oleh faktor Van’t Hoff (i).
i = {1 + a(n-1)}
dengan:
n = jumlah ion
a= derajat ionisasi
Untuk
n = 2 (biner)
n = 3 (terner)
n = 4 (kuartener)
n = 5 (pentaner)
Untuk
a= 1 (elektrolit kuat)
a= 0 (nonelektrolit)
0 < a< 1 (elektrolit lemah)
maka persamaan kenaikan titik didih dirumuskan:
            Tb = m · Kb · i
Untuk larutan elektrolit berlaku persamaan :